Oleh : Priyo Anggoro
Perempuan terutama yang berstatus “Ibu” medapat perhatian khusus dalam Hindu. Fakta ini tertangkap dari penjelasan Romo Pandita Sweca Dharma dalam dharma wacananya, “Saya merasa bangga kepada ibu – ibu Hindu yang masih memegang teguh prinsip leluhur kita.” Tuturnya
Ada sesuatu yang menarik di dalam sosok perempuan Hindu, ada dua prinsip yang menjadi dasar pemikiran yaitu segi penampilan dan segi peran perempuan Hindu itu sendiri.
Pertama, Penampilan Seorang Perempuan Hindu.
Penampilan seorang perempuan Hindu saat pergi ke pura akan berbeda dengan penampilan perempuan bukan Hindu ketika pergi ketempat ibadahnya masing-masing. Lihatlah betapa anggunnya seorang perempuan Hindu saat pergi ke pura dengan memakai kebaya dan kain panjang serta rambut yang di tata rapid an disanggul. Sangat mencerminkan kepribadian leluhur atau bangsa Indonesia asli. Ini adalah bahwa perempuan Hindu tetap teguh memegang prinsip leluhur Bangsa Indonesia.
Jika anda di Tanya, sipakah sosok perempuan asli Indonesia? Pasti jawaban anda akan tertuju kepada perempuan anggun yang memperjuangkan emansipasi perempuan yaitu R.A Kartini. Perhatikan pakaian yang dikenakannya, dari hari ke hari, bulan ke bulan model pakaian yang di gunakan R.A Kartini tidak berubah, tetap konsisten dengan tradisi kebudayaannya.
Ya, tidak beda atau sama persis dengan pakaian perempuan Hindu. Kita patut berbangga bahwa Hindu memberikan kebebasan kepada umatnya untuk berjalan dengan budaya dan tradisi leluhurnya. Hindu tidak memaksa umatnya untuk ikut-ikutan budaya asal agama tersebut. Hindu tidak menuntut adaya keseragaman, tetapi adanya kesepahaman.
Sekarang banyak seorang perempuan menutup badannya dari ujung rambut hingga ujung kaki (“Dibuntel” istilah jawa yang dilontarkan mbah gatot) dengan maksud untuk kebaikan, menjalankan kewajiban serta menjauhkan diri dari kemaksiatan.
Pertanyaannya, kemaksiatan (nafsu) apakah muncul dari pakaian? Mereka tidak memandang adanya sifat-sifat dalam manusia sendiri yang menjadi musuh utama sehingga muncul nafsu. Apakah ada jaminan perempuan yang istilahnya “Dibuntel” akan terbebas dari noda bahkan akan masuk surga? Saya belum bisa menjawab.
Jangan melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan keinginan diri apalagi dengan paksaan atau keharusan karena akan menjadi tembok penghalang terhadap eksplorasi diri.
Apakah seorang perempuanyang berprofesi sebagai atlit, pelari, perenang bahkan peloncat indah tidak kerepotan jika semua perempuan diwajibkan menutup rapat tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Bagaimana opini anda? Jadi setiap tindakan atau intervensi yang kita lakukan harus berdasarkan pada azas rasional dan fleksibelitas.
Kedua, Peran Perempuan Hindu
Secara konsep didalam agama Hindu tidak ada diskriminasi gender pria dan wanita. Kalaupun masih ada pengekangan perempuan itu mungkin masih dilakukan oleh orang-orang primitive yang tidak mengetahui ajaran weda dan perkembangan. Hindu memperbolehkan perempuan menduduki jabatan yang biasa di pegang pria, di Hindu perempuan boleh menjadi pemangku bahkan menjadi pandita. Di dalam agama-agama lain hal ini masih dilarang tetapi dalam agama Hindu tidak ada larangan semacam itu. Contohnya pada persembahyangan di Pura Kerti Buana provinsi Lampung di pimpin oleh Pandita Putri dari Kalianda.
Selain itu, perempuan justru di tempatkan sebagai tertinggi atau disucikan. Ibu sama seperti Gayatri Mantram yang merupakan puncak atau inti dari keempat Weda Sruti, sehingga Gayatri Mantra juga disebut ibu dari Empat Weda. Istilah ibu juga digunakan untuk menyebut nama Arjuna yaitu, Kunti Putra (putra dari Dewi Kunti). Seorang ksatria saja masih sangat menghormati seorang ibu. “surga berada dibawah telapak kaki ibu” dari ibu kita akan mendapat anugrah dari Sang Hyang Widhi Wasa. Misalnya di India masih terdapat tradisi bersujud dikaki ibu atau membasuhnya, untuk mendapatkan karunia dari Tuhan.
Sudahkah anda berbuat sesuatu untuk ibu anda? Di dalam Weda ternyata selain ibu biologis masih ada ibu-ibu lain yang harus di hormati yaitu Bumi Pertiwi, Istri Brahmana, Istri Guru, Istri Raja, Bidan dll.
“Na matur daivatam param”
Artinya: Tidak ada Dewa yang lebih patut dihormati dari pada ibu (Canakya Pandit)
Penulis: Mahasiswa Poltekkes Depkes Tj Karang,
dan juga pengurus peradah Hindu
di Kecamatan Trimurjo Lam-Teng
0 Komentar untuk "SOSOK PEREMPUAN HINDU, CERMINAN PEREMPUAN INDONESIA"