Oleh; NI Made Arya Nuryanti
“Santam bhutam ca bhavyam ca sarvam eva sam astu namah” (Atharvaveda XIX. 9.2)
Artinya: Semoga masa lalu, masa kini, dan masa datang penuh kedamaian dan amat ramah kepada kami.
Sering terjadi bentrok atau konflik di masyarakat bahkan antar sesama umat memang sangat memprihatinkan, seperti peristiwa lalu bentrok yang terjadi di Lampung antara warga Balinuraga dengan masyarkat setempat. Dan kerugian yang di tanggung oleh masyarakat Balinuraga sangat menyedihkan, semoga kejadian kekerasan yang sama tidak terjadi lagi. Terlepas dari apapun penyebab konflik tersebut, Veda memang telah meramalkan hal-hal semacam ini. Yakni dalam bahasan mengenai catur yuga yang salah satunya adalah kali yuga. Kali yuga merupakan periode dimana adharma menempati posisi puncak dalam kehidupan di dunia ini, ini berarti hidup dalam jaman kali yuga ini sangat rumit dan memang penuh konflik.
Kerumitan dunia tersebut membuat manusia mengalami kecenderungan untuk bersatu (asosiatif) atau bahkan sebaliknya (disasosiatif), ketika kecenderungan disasosiatif terjadi maka konflik atau perselisihan yang pelikpun sulit untuk dihindari. Contohnya perang besar Dinasti Kuru atau Bharata Yuda yang kini telah menjadi sejarah bagi umat manusia terkhususnya umat Hindu.
Perang Bharata Yuda bukanlah solusi petama yang diambil untuk memecahkan konflik antara Pandawa dan Korawa, perang ini merupakan sebuah keputusan yang benar-benar jalan terakhir dan terpaksa terjadi karena berbagai solusi yang telah di tempuh tidak berhasil. Karena para Korawa begitu serakah, keras hati dan bernafsu atau diliputi oleh rajas dan tamas.
Solusi damai antara Pandawa dan Korawa yang di tempuh adalah usaha mediasi yang dilakukan oleh Sri Krisna, dalam Udyoga Parwa. Diceritakan bahwa Sri Krisna secara sungguh-sungguh ingin menciptakan pedamaian antara kubu Pandawa dan kubu Korawa, meskipun Beliau mengetahui watak buruk dari Korawa.
Memang benar usaha tersebut di tolak dan di hina oleh Duryodana, akan tetapi kita dapat memetik pelajaran bahwa bagaimanapun peliknya perselisihan itu, hal pertama yang harus kita lakukan adalah berusaha untuk melakukan perundingan dengan pihak yang diajak berselisih. Ini dimaksud agar kekerasan sedapat mungkin tidak terjadi sehingga tidak ada korban yang bejatuhan.
Pemeliharaan ketenangan pikiran saat menghadapi masalah sangat dibutuhkan dalam hal ini, Bhagawad Gita 2.63 menjelaskan bahwa kemarahan akan menyebabkan seseorang kehilangan kecerdasan dan terjatuh kedalam lautan kepalsuan maya. Kemajuan masyarakat atau kehidupan social hanya bisa didapat dengan kedamaian dan persatuan oleh sebab itu hendaknya kedamaian dan persatuan itu selalu diciptakan dan di pertahankan.
Dalam mantra weda telah di jelaskan sebagai berikut:
Mantrah samitih samani
Samanam manah saha cittam esam,
Samanam mantram abhi mantraye,
Vah samanena vo havisa juhomi.
(Reg Weda X. 191.3)
Artinya: Wahai umat manusia, semoga anda berpikir bersama-sama, semoga anda berkumpul bersama-sama, hendaknyalah pikiran-pikiran mu dan gagasan-gagasanmu sama. Aku memberikanmu pikiran yang sama dan kemudahan – kemudahan yang sama.
Sekarang ini keberadaan Weda belum diakui sepenuhnya oleh semua orang, akan tetapi tidaklah dibenarkan mereka untuk bertindak secara anarkis. Sebagai manusia yang bernaung dalam payung Negara dan telah menyerahkan sebagian kebebasan individunya kepada Negara, maka hukum-hukum Negara haruslah ditaati. Bahkan dunia yang berdasarkan atas asas-asas Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak mengijinkan adanya tindak kekerasan sebagai solusi utama untuk menyelesaikan masalah perselisihan di dunia.
Asas PBB tersebut yaitu berdasarkan suatu terjemahan dan tafsir berbunyi “ Semua perselisihan dunia harus diselesaikan secara damai, dan tidak dibenarkan menggunakan kekerasan atau ancaman terhadap kemerdekaan suatu Negara”. Ingatlah pribahasa “Menang jadi arang, kalah jadi abu”. Pertempuran sesungguhnya sia-sia.
0 Komentar untuk "CARA PENYELESAIAN KONFLIK SECARA DAMAI MENURUT HINDU"